Bangunan itu sepi, beberapa orang ibu menunggu anaknya. Sesekali teriakan dari dalam kelas terdengar hingga keluar. Di ruangan kira-kira 5x5 meter, Kris Sitiadji kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita Hati
menyambut dengan senyum kedatangan saya.
“Disini ada sekitar empat puluh siswa yang belajar,” kata Kris
mengawali cerita. Ada hal menarik yang dikemukakan Kris saat perbincangan dimulai.
Katanya meski siswa di SLB ini mengalami kekurangan secara mental, namun itu
sama sekali tidak mengurangi nilai kualitas anak-anak itu. “Beni Kurniawan
dapat peringkat empat dalam pertandingan tenis meja tingkat nasional,” tambah
Kris.
***
Di ruang belajar kira-kira 8x8 meter, Teguh Wijaksono Guru Pembina
SLB Pelita Hati usai mengajar. Di sekitarnya duduk beberapa siswa, Teguh dengan
santai menceritakan bagaimana proses pelatihan yang mereka lakukan pada Beni.
Menurut cerita Teguh. Beni siswa yang mengalami tuna grahita, yaitu
anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata-rata.
Secara fisik Beni terlihat seperti anak normal biasa, namun secara mental Beni
terbelakang. “Tingkatan IQ nya masih 90% kebawah,” katanya.
Tidak hanya Teguh yang berjasa mendidik Beni, menurut Teguh
semua guru di SLB berperan aktif dalam proses menemukan jati diri. Prosesnyapun
tidak dalam waktu yang singkat. Teguh cukup bangga dengan prestasi yang diraih
oleh siswanya, Harapan Teguh semua anak di SLB pelita hati mampu bersaing di tingkat
nasional.
Keterbatasan fisik bukan kendala untuk berprestasi. Melalui Pekan
Olahraga Cacat Nasional (POPCANAS), mendulang prestasi di tingkat Nasional. Beni,
Siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) penyandang tuna grahita ini unjuk kemampuan. “fisik
bukan menjadi kendala dengan semangat dan kerja keras kita bisa berprestasi,”
ungkapnya terpatah-patah. Ia hobi olahraga, tenis meja adalah andalannya.
Saat ditemui di SLB Permata Hati (12/01), Beni akan
mempersiapkan diri untuk POPCANAS tahun ini. “Saya latihan dua kali seminggu,” ungkapnya
sambil melihat kearah Teguh, Guru olahraga
yang pada saat itu berada di sampingnya. “Saya harus semangat, aku harus
menang,” tambahnya sambil mengangkat tangan kanannya. “Agar anak tuna grahita
bisa berprestasi, diperlukan kesabaran untuk melatih mereka,” ungkap Teguh.
“Tak hanya kesabaran pelatih, tetapi juga kesabaran orang tua. Karena itu, saya
berharap para orang tua tak enggan mengantarkan anak-anak berlatih,” tegasnya.
Teguh mengatakan, “Beni tergolong ke dalam tuna grahita yang
masih ringan,” untuk menentukan jenis tuna grahita melalui test IQ dan menguji
kemampuan edukasi maupun olahraga. “Makanya Beni dapat ikut serta ke dalam
POPCANAS yang tiap tahun diadakan,” tambahnya. Kerja keras Beni membuahkan
hasil dengan mendapatkan peringkat keempat tenis meja pada POPCANAS 2010 lalu.
Perjuangan bagi Beni belum selesai. Masih ada kompetisi yang
akan dihadapi. Perlu kerja keras dan semangat besar untuk berprestasi. Dengan
semangat yang dimiliki oleh Beni, Teguh optimis Beni mampu bersaing untuk kedua
kalinya di tingkat nasional.
Tidak hanya semangat, biasanya orang menjadikan umur sebagai
kendala dalam berprestasi, tetapi tidak bagi Beni. Umur tidak menjadi kendala,
meski sudah berusia 15 tahun itu pasti bisa. Tak banyak yang dapat ia lakukan,
pulang sekolah hanyalah berdiam diri di rumah sambil membaca buku. Ia mengatakan
“senang sekolah di SLB Pelita Hati, tidak ada teman yang mengejek”. Beni
berharap dapat lulus seleksi pada tingkat daerah untuk mewakili Riau pada
POPCANAS 2011.
By. Andika Wiguna
0 komentar:
Posting Komentar